Hilmi Musa
(As-Safeer Libanon)
Pakar sejarah proyek nuklir Israel Prof. Evnir Cohen mengungkap bahwa Negara zionis pernah berfikir menggunakan senjata nuklir sejak dalam jeda perang Juni 1967 dan bukan saja dalam perang Desember 1973 seperti yang diyakini banyak orang.
Pakar ini mengisyaratkan pada saat Mesir mempersiapkan perang di gurun Sinai kondisi yang juga dialami oleh front Jordania dan Suriah elit Israel semakin ketakutan. Pada saat itu sudah ada kesepakatan yang ditandatangani Raja Jordania Al-Husain bin Thalal agar pasukannya berada di bawah komando militer Mesir.
Cohen mengisyaratkan dalam artikel yang ditulisnya di Haaretz dalam rangka peringatan 40 tahun perang Juni bahwa pada masa jeda perang selama tiga pecan setelah Mesir memblokir selat Tiran Israel sedang berupaya keras untuk menggunakan bom nuklir yang pertama yang dimilikinya. Ia mengatakan upaya ini ditempuh untuk mengatasi kondisi paling buruk. Inilah hakihat pertama yang pernah diungkap dalam masalah ini.
Cohen menambahkan gagasan menggunakan bom nuklir pada saat itu tidak terlepas dengan kondisi dimana Israel masih baru menjadi sebuah Negara. Israel belum pernah melakukan uji coba pasukannya secara terpercaya dan final. Dalam pandangannya tugas utama elit Israel pada saat itu adalah menghalangi terulangnya kecelakaan. Cohen menyatakan sebagian besar orang yang disibukkan oleh tema nuklir pada saat itu merupakan sejarah paling penting sebab Israel menghadapi ancaman eksistensi.
Cohen menilai buku Michael Orn “Enam Hari Perang” yang terbit tahun 2002 yang berisi masalah diplomasi menarik memberikan cerita dramastis politik diplomasi. Demikian pula buku Thom Sighaf (1967) yang terbit tahun 2005 menuangkan ketakutan pada perang itu. Ada juga buku baru yang terbit di Amerika karangan Ezipila Ginor dan Jadon Roms dengan judul “kelelawar di atas Dimona: spekulasi nuklir Soviet pada perang enam hari”.
Dalam setiap studi Cohen memberikan isyarat bahwa dimensi nuklir Israel penting tapi harus tersembunyi. Namun seseorang tidak fokus dengan dimensi ini karena banyak lapisan-lapisan penutup yang bersifat rahasia dan terlarang. Apalagi pengawasan militer melarang publikasi drama nuklir Israel pasca perang Juni.
Dalam bukunya “Israel dan bom” Cohen berusaha menempatkan diri pada posisi penting perang Juni dalam sejarah nuklir Israel. Pasca perang Juni senjata nuklir Israel akan benar-benar menjadi realistis.
Namun menurut Cohen Israel menghadapi problem dalam mengembangkan nuklirnya yang timbul dari tidak adanya koordinasi pada level sain dan menajerial dengan badan-badan di Israel. Kemudian masalah lain adalah soal cara menguji nuklir itu sendiri.
Berdasarkan perkiraan pakar Israel mampu menguji coba nuklirnya pada pertengan tahun 1966 kemudian setelah itu bergabung dalam perjanjian internasional soal larangan penggunaan nuklir. Karena pada saat itu negara yang terbukti memiliki kemampuan nuklir diperbolehkan bergabung dalam konvensi larangan penggunakan nuklir pada tahun 1967. Namun Israel pada pemerintahan Leivi Ashkol tidak terpikir sejauh ini dimana ia mengatakan “Apakah kalian menunggu dunia memberkati capaian-capaian kita?”
Ashkol menyadari bahwa uji coba nuklir Israel secara terang-terangan merupakan pelanggaran atas janjinya kepada Amerika. Perjanjian ini diteken oleh Ben Gorion kepada Amerika sejak tahun 1962. Kemudian perjanjian ini diteken resmi pada Mei. Hal inilah yang menjadikan nuklir Israel penuh dengan rahasia.
Di samping perjanjian Israel kepada Amerika ada juga factor internal dan kekhawatiran terhadap Kairo akan melakukan keseimbangan nuklir Israel. pada saat itu Mesir telah mengumumkan bahwa upaya Israel untuk memiliki nuklir telah mendorong terjadinya perang. Politik menutupi nuklir adalah dasar strategi bahwa kepentingan Israel adalah mengembangkan kemampuan nuklirnya namun ia harus lebih jauh dari itu yaitu memasukkan nuklir ke Timteng.
Cohen menilai pertimbangan-pertimbangan ini dianggap paradok di kalangan elit Israel sebelum perang Juni. Dimana dipertanyakan kemana? Apakah Israel ingin bom nuklir atau hanya ingin memiiki kemampuan teoritis yang tidak siap digunakan? Keputusan Israel pada saat itu adalah melampaui dimensi teoritis yakni memasukkan senjata nuklir ke Timur Tengah.
Dalam beberapa kesempatan gampar Dimona lokasi pengembangan nuklir Israel tertangkap dari udara antara 17 – 25 Mei 1967. Israel mengira ini adalah awal serangan terhadap pengembangan nuklirnya.
Namun drama hakiki di mata Cohen lebih jauh dari keinginan Israel menggunakan nuklirnya pada akhir Mei tahun 1967 dan menegaskan bahwa Israel pada saat itu sudah melampaui atap teknologi. Ia menulis bahwa proyek nuklir Israel yang dipimpin oleh Prof. Dester Foski pertama kalinya memasuki fase realisasi nuklir darurat yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Ini artinya Israel dan ini pertama kalinya memiliki pilihan nuklir secara ril. Pada saat itu ketakutan Israel akan eksistensinya sudah sangat tinggi jika semua gagal dan eksistensi Israel dalam bahaya maka bangsa Israel harus menunjukkan “senjata hari kiamat”. (atb)